Waktu sahur.
Alarm bunyi dimana-mana. Bahkan terkadang aku bisa mendengar suara alarm tetangga (lebay). Tak jarang aku dengar pemuda sekitar membangunkan tetangga lainnya. Suara pukulan tiang listrik bergema membuat tidurku terganggu. Tentu saja suara-suara itu kalah dengan wangi dendeng dan nasi hangat yang tercium dari dapur. Pintu kamar ku pasti sudah terbuka sebelum mamah mulai menghangatkan makanan sahur. Televisi di ruang tengah sudah dinyalakan dengan suara yang tak kecil. Memaksaku berdiri untuk mencuci muka dan menjadi contoh yang baik untuk adik tercinta.
Itu dulu. Saat aku masih tinggal di atap yang sama dengan mamah, papah, kakak, dan adik. Sekarag berbeda. Bahkan bukan pukul tiga waktu sahur disini. Berganti-ganti. Tapi saat aku melihat jam dinding yang menunjukan pukul tiga dini hari. Itulah memori yang terlintas di kepalaku. Wangi dendeng dan nasi hangat. Dinginnya udara pagi. Bunyi nyaring alarm ponsel atau alarm manusia di luar sana. Sentuhan tangan kakak atau mamah di lenganku yang bergantian mencoba membangunkan aku.
Masa ini? Mungkin pada pukul tiga dini hari aku ada di alam mimpi. Entah mimpi indah yang akan kuingat terus. Atau mimpi buruk yang membuat tidurku tidak nyenyak dan merasa lelah keesokan harinya. Untuk kesekian kalinya aku bilang, sekarang aku berubah. Mungkin tak menjadi lebih baik. Tapi perubahanku beralasan. Karena kebutuhanku pun mulai berubah. Waktu juga yang membuat aku berubah. Bukan, bukan hanya aku. Tapi kita semua.
No comments :
Post a Comment