Sunday 26 May 2013

salamceria: Bersyukur

Kiara masih berbaring di kasurnya. Matanya masih terpejam. tapi sebenarnya dia sudah terjaga. Kiara membayangkan betapa menyenangkannya hari ini. Hari ini akan menjadi hari yang berbahagia untuknya. Kiara yang sedang berlibur di Indonesia, akan bertemu dengan seluruh keluarga besarnya hari ini. 

Setelah satu tahun setengah Kiara tidak bertemu keluarga besarnya. Kiara membayangkan bagaimana dia harus memeluk neneknya tercinta. Apakah dia harus memeluknya dulu, atau mencium tangannya dulu. Bagaimana wajah nenek sekarang? Kiara bertanya tanya sambil tersenyum. Matanya masih terpejam. Ia takut kehilangan bayangan indahnya.

Kiara membayangkan bagaimana tante dan om nya berekspresi melihat keadaan Kiara sekarang. Penampilan Kiara memang agak berbeda sekarang. Kiara terlihat lebih feminim. Kiara tahu akan ada tantenya yang mendukungnya untuk lebih feminim. Kiara juga tahu siapa tantenya yang akan tercengang melihat penampilannya kini. Apapun reaksi mereka, Kiara akan memeluk mereka kuat kuat. Kiara sudah merindukan semua tante-tantenya.

Kiara juga membayangkan bagaimana reaksi sepupu-sepupunya ketika melihat Kiara. Kakak-kakak sepupunya terbiasa menjitak halus Kiara sebagai rasa sayang. Kiara memegang kepalanya sambil membayangkan wajah mereka yang tersenyum ceria melihat kiara kembali berkumpul bersama. Kiara sudah membawa bingkisan lucu untuk adik-adik sepupunya. Coklat dan permen khas Jerman. Kiara membayangkan wajah ceria adik-adik sepupunya. Kiara tak sabar ingin bertemu mereka.

Kiara juga membayangkan bagaimana wajah ponakan-ponakannya sekarang. Pasti mereka sudah makin besar. Kiara membayangkan wajah ponakannya yang bingung tak mengenali dirinya dengan baik. Pasti lucu.

Semua kiara visualisasikan dengan baik di kelopak matanya. Iya, Kiara masih terpejam. Otak sebelah kirinya berusaha keras mengingat seluruh wajah anggota keluarga, benda-benda dirumah tante tempat mereka akan berkumpul, tak lupa menghadirkan aroma makanan saat berkumpul keluarga. Sedangkan otak kanannya menciptakan sebuah cerita pertemuan yang menyenangkan sekaligus mengharukan itu. Mata kiara tepejam. Tapi ia bisa melihat semuanya. Ia harap, apa yang ia visualisasikan pagi ini menjadi kenyataan siang hari nanti.

Mama Kiara masuk ke kamar. Duduk di tempat tidur Kiara dan mengusap kepala Kiara lembut. "Kiiii.. Sayaaang.. Subuh dulu ayo. Mama tau kamu udah bangun. Ayo ki, buka matanya!"

Kiara tersenyum semakin lebar. Ingin bercanda dengan mamanya, ia malah menarik selimutnya sampai menutupi kepalanya. Mamanya tau Kiara kangen bercanda. Mamanya mengelitiki kiara. Lalu mamanya menyudahi dengan menarik selimut kiara. "Udah cukup. Nanti waktu subuhnya abis, sayang. Kita harus berangkat pagi-pagi sekali ke Bandung. Semua kumpul jam sepuluh nanti. Ayo ayo cepet!"

Kiara mengalah. Ia akhirnya membuka mata. Tapi masih gelap. "Maaa, kok lampunya dimatiin?" Teriak kiara, tau mamanya sudah keluar kamar. Kiara berpikir keras. Tak mungkin semuanya gelap. Tadi Kiara tak mendengar mamanya menutup pintu kamar. Pasti ada cahaya dari ruang keluarga. Kiara mencoba membuka matanya lagi. Tak bisa. Semua gelap. Semua hitam. Kiara tau mama sudah masuk kamar nya lagi. "Kenapa sayang? Jangan bercanda ah! Dari tadi lampu kamarmu nyala kok!"

Hati kiara mencelos. Semua masih gelap. Kiara kembali mencoba membelalakan matanya. "Ki! Kamu ngapain sih melotot melotot!" Mamanya mulai khawatir. Kiara sekarang tahu matanya telah terbuka. Matanya tak terpejam. Tapi dia tak bisa melihat apapun. Perasaan kiara bercampur aduk. "Maaaa.. Kiara gak bisa liat apa-apa maaaa.." Kiara mulai menangis. Ia menggosok-gosokan matanya. Mamanya memeluknya. "Ki, kamu serius sayang?" Kiara makin menangis meraung. Mamanya memeluknya erat. Ikut menangis melihat anaknya yang tak bisa balas menatapnya.

Semua yang kiara bayangkan pagi ini, benar benar hanya bisa ia bayangkan. Tak bisa dia melihat adegan aslinya. Hati kiara sangat hancur. Semuanya gelap. Tak ada cahaya yang bisa dia lihat. Tak ada lagi senyuman mama yang bisa dia lihat. Tak bisa lagi dia melihat langit yang biru cerah. Tak bisa lagi dia melihat. Hidupnya akan selamanya dalam kegelapan. Dia cacat. Dia buta.

Lalu tetiba suara Fani muncul. "Kiiii.. Lo kenapa kiii?" Lalu kiara tersadar. Mendapati dirinya memeluk boneka kesayangannya. Pipinya basah. Hatinya masih sedih. Tapi keadaannya masih sama. Masih gelap. "Fan! Kok gelap banget Fan? Fan, nyalain lampunya, Fan!" Kiara berteriak pada Fani dengan rasa takut yang mendalam. 

Fani lalu bergegas menyalakan lampu. Khawatir akan kondisi sahabatnya yang sedang demam itu. Mata Kiara menangkap cahaya lampu kamar. Dia bisa melihat wajah Fani yang khawatir. "Fan! Gue gak buta, Fan! Tadi gue cuma mimpi..." Lalu Kiara bergegas memeluk Fani yang masih bingung tercengang.

Kiara menangis bahagia dipelukan Fani. Kiara bersyukur dia masih bisa melihat. 'Ya Allah, betapa sombongnya aku. Aku tak pernah membayangkan jika Kau tak memberikan aku penglihatan. Terimakasih ya Allah.' Batin Kiara. Dia bergegas ke kamar mandi, mengambil air wudhu. Lalu dia tenggelam dengan khusyuk dalam perbincangan dengan sang Pencipta. Rasa syukur dia ucapkan. Fani mengerti apa yang terjadi. Ia ikut mengambil air wudhu dan sholat tahajud malam itu. Masing masing dari mereka tenggelam dalam doa. Memohon ampun pada yang maha kuasa karena kesombongan mereka. Mengucap syukur dan berterimakasih pada-Nya. 

Bersyukurlah dengan apa yang telah diberikan Allah swt padamu. Sering kita lupa bahwa Allah sangat sayang pada kita. Semuanya telah Allah berikan. Penglihatan, pendengaran, suara, dan semua anggota tubuh kita yang sempurna. Apa yang terjadi jika Allah hentikan pemberiannya? Jika tetiba kita tak bisa melihat? Tiba tiba kita tak bisa mendengar? Takbisa kau bayangkan bukan? Begitu juga dengan Kiara. Cukup dalam mimpi saja dia mengalaminya. Allah menegurnya dalam mimpi. Kiara ingat, kemarin malam dia marah karena kepalanya sangat pusing. Masih untung ada Fani yang menemani. Tapi Kiara tak ada mengucap syukur. Kiara sangat merasa bersalah dan kini ia sedang memohon ampun pada yang maha pengampun dan penyayang.

No comments :

Post a Comment