Saturday, 16 February 2013

salamceria: Belajar itu Ibadah


Masih memumpuk di kanan dan kiri Kiara, buku-buku tebal yang dia pinjam dari perpustakaan kampus sebagai bahan ujian. Piring-piring bekas makan malam dan sarapan masih tergeletak kotor di lantai kamanya. Inilah efek ujian. Kiara seakan gak punya waktu untuk hanya mencuci piring. Kadang Kiara merasa letih terus-terusan belajar siang malam.

Waktu menunjukan pukul sepuluh pagi. Cuaca di luar terlihat begitu cerah. Ada sebersit senyum yang tergores di wajah Kiara saat melihat langit yang biru. Cerah, terang, indah. Subhanallah. Tapi senyum itu hilang seketika saat Kiara kembali melihat buku-buku yang berserakan.

Hatinya tak tenang, besok dia akan mengikuti ujian. Dia sudah berusaha keras belajar siang malam. Tapi hatinya masih saja gelisah. Akhirnya Kiara memutuskan untuk mengambil wudhu dan melaksanakan shalat sunah Dhuha.

Setelah shalat, hatinya begitu tenang. Kiara melanjutkan ketenangannya dengan membaca Al-Quran beberapa ayat. Senyumnya lebar ketika selesai mengaji. Hatinya tenang seakan beban terangkat. Lalu terbesit pertanyaan di kepalanya sendiri.

Kita kan diberi hidup, untuk menyembah Allah. Buat apa kita mengejar kesuksesan dunia? Kita harus sukses akhirat! Akhirat kan kehidupan yang kekal.

Sambil melipat alat sholat dan kembali duduk di depan meja belajar, pikiran itu masih terngiang-ngiang di kepala Kiara. Kiara mengambil telepon genggamnya dan menelepon Fani.

“Assalamualaikum, Fan.”

“Waalaikumsalam, Kiii.. Katanya gak mau diganggu? Katanya lagi belajar? Kok nelpon?”

“Iya nih, Fan. Ada yang ganjel.”

“Apa? Cerita aja, Ki.”

“Fan, kita idup kan buat nyembah Allah yah? Ujung-ujungnya kita bakal punya dua pilihan doang kan, ya? Surga atau Neraka. Buat apa kita masih kejar-kejar ijazah sih, Fan?”

“Nah, kan. Biasanya kamu yang pinter nasihatin orang. Sekarang bingung sendiri.”

“Emang kamu gak pernah kepikiran, Fan?”

“Ya sekarang gini deh, kita dapet pelajaran sabar dari mana, Ki? Salah satunya dari kita nimba ilmu juga, kan? Kalo kita cuman belajar agamaaaaa terus, dapet teorinya terus, tapi gak dipraktekin. Ya, nilainya cuman nilai tau doang. Ujian di sekolah aja, ada ujian tertulis sama praktek. Itu tuh terinspirasi dari ujian Hidup, tau!”

“Iya sih, Fan. Tapi kan ujian hidup gak jadi harus sukses, harus kaya..”

“Ya kalo misalnya nanti engga kaya? Mau sedekah gimana? Mau ujiannya cuman sabaaaar terus? Aku sih gak mau. Sekolah aja naik kelas. Ya kita hidup naik tingkat dong. Tadinya ujian sabar, jadi ujian Ikhlas memberi. Dari puasa, terus nanti naik Haji. Aamiin.”

Hati Kiara sangat tersentuh dengan kata-kata sahabatnya itu. Dia menyesali pertanyaan bodohnya tadi.

“Iya sih, Faan. Bener-bener..” Kiara menjawab pelan.

“Eh, uebrigens! Kamu itu bener-bener nanya, apa ngetes sih, Ki?”

“Beneran ini, Faaaannn.”

“Tumben amat begini. Udah sana, belajar lagi. Sukses ya buat ujian besok. Aku doa terus dari sini, Kiii.. Abis ujian, main-main ke rumahku yaaa..”

“Oke-oke. Aamiin. Makasih ya, Fan. Assalamualaikum.”

“Sip! Waalaikumussalam.”

Setelah mengobrol dengan sahabatnya itu, Kiara mengucap Istighfar berkali-kali. Lalu melanjutkan belajar untuk meraih nilai terbaik. Banyak sekali ibadah dalam menuntut ilmu itu. Salah satunya yang membuat Kiara makin semangat adalah: Bisa membahagiakan orang tua. Itu salah satu ibadah paling oke, kan?

Belajar Jerman
Uebrigens (ubrigens)     : Ngomong-ngomong

No comments :

Post a Comment