Friday 2 September 2011

Ramadhan di Negri Orang


Assalamualaikumm..
Sebenernya Postingan ini copas dari artikelku yang kukirim buat guruku di Indonesia.. Tapi ya karena ini suatu pengalamanku juga, jadi ga salah dong, aku taro di sini, biar bisa berbagi pengalaman Ramadhan di Negeri Orang. Selamat membacaaa.. :)

Ramadhan kali ini akan berbeda buatku. Ini pertama kalinya aku Ramadhan di Negeri orang. Di Jerman, tempat aku menuntut ilmu sekarang. Sebelum Ramadhan, aku repot tanya sana-sini, tanya kakak-kakak seperjuangan dari Indonesia, tanya gimana pengalaman puasa tahun lalu. Mereka bilang, memang banyak berbeda. Terutama masalah waktu. Kalo di Indonesia, kita puasa selama 14 jam. Kalo disini bisa rubah-rubah. Untuk tahun ini, bulan Ramadahan jatuh di musi Panas. Dimana matahari akan lebih lama bersinar dan malam hanya beberapa jam. Awal musim panas bulan Juni lalu, waktu subuh itu sekitar pukul 02.30 dini hari dan magrib sekitar pukul 23.00. Kalau dihitung -hitung berarti, bisa sampai 21 jam puasa. Hmmm... Aku dan teman-teman disini mulai latiihan puasa. Latihan dengan puasa sunnah Senin-Kamis.

Untungnya, waktu terbit dan terbenamnya Matahari, terus berubah. Sampai pada awal bulan Ramadahan, waktu subuh adalah pukul 3.01 dan magrib pukul 9.06. Berarti puasa selama kurang lebih 18 jam. Aku pikir, sama aja kok, cuma beda 4 jam lebih lama. Kenapa ga bisa? Kenapa susah? Sampai pada hari pertama. Saya kesiangan sahur. Saya baru bangun jam 02.30, sedangkan Imsyak 20 menit lagi. Ga punya cukup waktu untuk masak. Untungnya masih ada nasi, dan saya pun sahur dengan nasi dingin dan sisa abon kiriman mama di bulan lalu. Puasa hari pertama itu, tak begitu berat buatku. Aku dan seorang temanku pergi ke kota untuk membeli beberapa kebutuhan, termasuk beli kurma untuk Ta'jil. Ketika beli kurma di toko Turki, kami mendapan potongan harga untuk dua kotak kurma. Penjual bilang, "10 Euro zusammen fuer Sie.." Kata 'fuer Sie' itu sepertinya karena si penjual melihat kami yang juga Muslim, seperti dia. Karena pada saat kai datangpun, mereka mengucap salam pada kami. Tapi, saat mendekati kasir dan akan bayar ke penjual itu, saya melihat ada sepiring makanan di dekat dia, dan ternyata dia sedang makan. Aku dan temanku merasa keheranan. 'Kenapa merka tidak puasa?'

Hari itu terasa sangat panjang, aku dan temanku akhirnya memutuskan untuk membeli makanan jadi untuk berbuka, karena sudah terlalu capek. Jadi di rumah tinggal masak nasi. Tapiiii, ternyata kami salah naik kereta. Sehingga di perkirakan akan sampai rumah sekitar pukul 23.30. Maka, di stasiun ditempat kami sadar kalo kami salah kereta, kami berniat membeli makanan lain untuk menemani ayam panggang yang kami beli tadi. Akhirnya, kami berniat untuk beli kentang goreng di tukang Kebab (yang biasanya halal). Ketika kami memesan kentang goreng, si penjual bilang, "Kami menggunakan minyak babi disini, dan anda muslim. Sebaiknya anda membeli sesuatu yang lain seperti Nudel.' Si penjual tahu kami muslim karena melihat aku menggunakan Jilbab sepertinya. Maka kamipun membeli Nudel sesuai saran si penjual. Dan seperti yang telah dijadwalkan, kami berbuka puasa di kereta menuju rumah dan sampai pukul 23.30 dirumah. Esok harinya, aku telat sahur lagi.

Dihari ketiga aku tidak tidur malam hari, aku makan dan menonton. Malam yang hanya 6 jam itu digunakan untuk mengisi perut dangan makanan-makanan sehat, vitamin dan tidak lupa madu. Sebisa mungkin aku masak makanan yang sehat agar tubuh bisa kuat berpuasa. Waktu dimana perut mulai terasa lapar adalah pukul 17.00. Tapi tidak terasa lagi setelah dihari kelima. Di hari kelima, aku sudah bisa menyesuaikan diri dengan waktu makan dan waktu tidur. Aku mengganti pola tidur. Aku tidur setelah sholat subuh dan bangun sebelum waktu dzuhur. Untungnya, sekolah sedang libur, libur musim panas (sommerferien).

Bagaimana dengan kegiatan-kegiatan lainnya di bulan Ramadhan, seperti shalat tarawih, tadarusan dan ngabuburit? Berbeda. Tarawih kulakukan sendiri di kamar. Aku kurang begitu tahu ada Shalat Tarawih berjamaah di masjid di kotaku atau tidak. Kalaupun ada, waktu Isya itu sangat malam, sekitar pukul 23.00. Aku tinggal di kota kecil di Thueringen, Nordhausen. Hanya ada mushola kecil di kota ini. Walau tidak begitu jauh dari rumahku, tapi untuk kesana malam-malam sangat rawan, dikota ku masih ada kelompok orang-orang yang tidak suka dengan pendatang. Apalagi aku berjilbab, rawan sekali untuk kami keluar lebih dari jam 8 malam. Walau masih terang, tapi kelompok-kelompok seperti itu sudah kelihatan berkumpul.

Tadarusan? Hanya dilakukan sendiri setelah sholat. Aku seringkali rindu dengan suasana tarawih berjamaah yang dilanjut dengan tadarusan atau ceramah. Aku juga rindu mendengar bapak-bapak yang suka bangunin sahur atau memberi tahu waktu Imsyak tiba, acara tv yang membuatku tidak ngantuk saat sahur dan ngabuburit. Kalau di Indonesia, aku mengisi waktu sore dengan ngabuburit sebelum buka puasa. Membeli es Kelapa muda atau cendol atau gorengan yang ramai sepanjang jalan. Disini, aku mengisi waktu sebelum buka puasa dengan internet, entah itu menonton atau cuma sekedar chatting sama teman-teman di Indonesia yang akan sahur.

salah satu yang kurindukan


Suasana memang berbeda. Banyak sekali yang berbeda. Tapi semua sama saja. Semua kuasa Allah. Jadi, aku pikir, jangan mengeluh dengan perbedaan suasana, karena sebenarnya sama saja. Sama saja kita beribadah, tempat ini juga sama saja, ini memang negeri orang, tapi ini tanah Allah. Kita tidak boleh bilang kita tidak bisa dan takut untuk mencobanya, jangan mengasihani diri sendiri karena kita beum mencoba. Kita harus mencoba dulu, baru kita tahu kesanggupan kita dan mengisi kekurangan kita dengan yang kita bisa. Menjadikan kekurangan kita itu pengalaman yang tidak boleh diulang sampai kita bisa terbiasa dengan keadaan.

Mungkin itu pengalaman puasa pertamaku di negeri orang. Lebaran nanti akan jadi hal yang baru lagi untukku. Semoga bisa indah juga seperti lebaranku di Indonesia. Walau tak ada saudara kandung, aku masih punya saudara seperjuangan. Teman-teman yang juga menuntut ilmu di Jerman ini. Bersyukurlah dengan apa yang kita punya, dan bersabarlah dengan apa yang kita anggap berat. Terimakasih.

No comments :

Post a Comment