Assalamualaikum, saudara saudari..
Alhamdulillah internet di rumah sudah nyalaaaa... Kemarin akhirnya teknikernya dateng. Tanpa banyak babibu, dia langsung ngoprak-ngoprek modem dan router. Terus TARAAAAA... Internetnya bisa :")
Siang ini aku duduk terdiam di depan laptop. Ingin sekali menelepon mama dan dengar suaranya. Aku rindu. BBM-an emang hampir setiap hari, tapi bahasa tulisan (chatting atau bbm atau whatsapp dkk) itu engga sama dengan mendengar suara si mama. Cara mama menanggapi omongan aku, cara mama menasihati aku, nada nya beda. Nada suara mama bisa sampe langsung ke hati kalo nelpon langsung.
Teringatlah aku akan kepulangan pertamaku ke Indonesia. Summer tahun lalu. Kita flashback dan simak ceritaku yuuukkk..
Aku melambaikan tanganku untuk terakhir kalinya pada dia yang mengantarku sampai stasiun di Nordhausen. Tak bisa lagi berkirim pesan apalagi menelepon. HP-ku mati. Rusak karena benturan keras seminggu yang lalu. Sendirian menuju Frankfurt. Perasaan di hatiku waktu itu campur aduk. Sedih karena harus berangkat sendirian, tapi akupun senang tak sabar karena tak lebih dari 24 jam lagi aku akan bertemu mama. Bertemu kembali, bertatapan langsung dan akan memeluk mereka lagi setelah satu tahun setengah berpisah.
Setahun sebelumnya, aku merayakan Idul Fitri tidak bersama orangtuaku untuk pertama kalinya. Sudah dari setahun sebelumnya aku sudah disuruh pulang dan berlibur di Indonesia oleh keluarga. Selain emang kangen, kakakku tercinta juga akan menikah di bulan September 2012 ini. Makanya perasaanku campur aduk. Pertanyaan di kepalaku juga sudah banyak sekali. Seperti apa mama dan papa sekarang? Seperti apa adik kecilku? Seperti apa kakak cantik si calon pengantin saat ini?
Sayang beribu sayang, hp ku rusak. Aku tak bisa mengabari keluarga di Jakarta kalau sekarang aku sudah di Jalan menuju Frankfurt. Sepertinya waktu itu hp ku terbanting saat repot mengurusi pindahan rumah. Aku juga tak bisa mengabari teman-teman di Jerman bahwa aku akan pulang hari itu. Hanya beberapa orang yang tahu. Sedangkan di Indo, aku hanya mengandalkan DM (twitter) ke kakakku yang tak kunjung dibalas sampai tadi malam. Semoga pesannya sampai dan aku jadi di jemput oleh mama,sesuai dengan kesepakatan seminggu yang lalu.
Seperti seorang gadis yang tangguh, aku mengangkut koperku (yang emang gak berat alias kosong) dan berjalan sendirian kesana kemari. Dari Nordhausen, aku transit di Erfurt. Lalu melanjutkan dengan naik ICE (kereta cepat) langsung ke Frankfurt. Beruntung aku mendapat tiket murah dan itu di gerbong kelas satu. Aku mendapat tawaran murah meriah itu karena aku membeli tiket tersebut jauh hari sebelum hari keberangkatan. Terus bersyukur karena dimudahkan sampai sejauh itu.
Tak ada kendala apapun sampai aku sudah duduk manis di pesawat. ETIHAD adalah maskapai penerbangannya. Sengaja kupilih yang berbau Abu Dhabi atau arab-arab gitu agar makanan pesawatnya Halal. Beruntungnya lagi, selagi check in di Frankfurt, aku mendapatkan mba-mba ETIHAD nya yang orang Indonesia. Jadi aku di kasihnya tempat duduk yang enak. Pinggir jendela. Tapi mungkin karena emang tiketnya murah, saat transit di Abu Dhabi, harus ku tempuh waktu enam jam untuk kemudian naik pesawat ke Jakarta. Bersyukur lagi, karena aku bertemu dengan banyak orang Indonesia disana. Walau obrolannya kurang begitu nyambung, setidaknya aku engga mati kutu diam mengulum bibir.
Aku juga gak lupa untuk mengabari kakak ku lewat twitter dan facebook kalau aku sudah di Abu Dhabi dan beberapa jam lagi akan tiba di Jakarta. Aku juga menanyakan siapa yang akan menjemput, atau aku harus naik taksi sendiri ke rumah? Tak sia-sia, kakak ku membalas pesanku. Aku akan di Jemput oleh papa dan mama. Mba Wini dan adik juga sempat meminta maaf karena tak bisa menjemput, karena aktivitas masing-masing. Bingung internet dari mana? Di bandara Internasional ini menyediakan fasilitas wifi dan juga ada komputer nya! Tanpa HP dan Laptop (yang juga sedang rusak), aku bisa tetap menghubungi mereka. Malah sempet-sempetnya Update Status. hihihihi..
Perjalanan yang kedua memakan waktu lebih lama. Setelah ganti posisi beberapa kali, nonton film ini dan itu, main games anak balita, makan snack dengan 32 kunyahan setiap gigitannya, aku mati gaya. Pegel duduk, aku jalan-jalan ke kamar mandi. Sampai sama sekali gak mengantuk. Lalu setelah melihat map rute pesawat, ternyata aku sudah di atas bumi Indonesia. Aku berada di atas pulau Sumatera. Hatiku semakin tak terkontrol rasanya. Aku ingin sekali loncat langsung ke Jakarta. Tapi itulah mengapa kita belajar agama, untuk melatih yang namanya SABAR.
Aku pura-pura tidur. Perjalanan akan terasa lebih cepat kalau kita tidur, kan? Maka aku membohongi diriku sendiri. Aku menipu diriku sendiri dengan pura-pura tidur, padahal sesekali melihat keluar dan hati semakin deg-degan. Setelah hampir limabelas menit aku membohongi diriku sendiri, aku akhirnya sadar dan menunggu sampai pesawat tiba di Jakarta sambil melihat hutan dan sungai di Sumatera.
Dengan sabar menunggu sambil sesekali membaca majalah, akhirnya aku berada di atas selat sunda dan pulau jawa sudah terlihat. Tak lama pesawat mulai ancang-ancang akan mendarat. Hatiku bergetar. Aku sudah berada lagi di atas bumi pertiwi. Walau belum membawa apapun, tapi aku akan segera bertemu dengan orang tuaku. Papa mama yang kan menjemputku kata mba wini tadi malam. Aku sudah rindu sekali dengan mereka. Yang bercampur di dadaku adalah rasa sedih karena belum bisa membawa apapun dan rasa senang bahagia akan bertemu dengan Papa dan Mama lagi.
Bersama mendaratnya roda pesawat dengan mulus di bandara Soekarno-Hatta, mendarat juga beberapa air mata di pipiku. Aku menangis. Entah mengapa. Aku senang. Sekaligus sedih. Akhirnya aku di Jakarta. Satu pulau bahkan mungkin sekarang hanya berjarak beberapa meter dengan mama dan papa. Setelah setahun setengah berjauhan dengan mereka. Tapi juga aku sedih. Aku bawa apa kesini? Apa yang bisa aku ceritakan? Apa yang bisa membuat orang tuaku bangga? Aku tak punya itu.
Cepat-cepat ku hapus air mataku. Lalu dengan sigap aku mengambil tas kabin dan bergegas keluar pesawat. Udara panasnya Jakarta langsung menerpa wajahku. Udara yang lembab juga langsung membuat kulitku lengket. Aku memang tak merindukan udara ini. Tapi aku merindukan sesuatu yang sangat berharga untukku. Yang aku tau, mereka sedang menungguku diluar sana. Aku langsung mengambi tas bagasiku yang tidak begitu besar. Lalu bergegas aku keluar. Tak mau mereka lama menungguku.
Mataku mendadak jeli mencari papa dan mama. Kuperhatikan satu per satu wajah orang-orang yang tak sabar menunggu kedatangan kerabatnya. Sampai akhirnya kerumunan orang mulai sepi. Tak kulihat wajah papa ataupun mama. Aku kecewa. Aku duduk tak jauh dari kerumunan orang itu. Mungkin mereka terjebak macetnya Jakarta. Dengan tak sabar, aku lalu berjalan ke pintu yang satunya. Ujung lain dari kerumunan orang itu. Mungkin saja mama dan papa disana.
Bergegas aku pergi kesana. Mencari mama dan papa. Tapi tetap saja aku tak bisa melihat mereka. Mereka tak ada. Ingin rasanya aku memaki diriku sendiri karena kecerobohanku merusakkan HP ku. Aplagi udara Jakarta yang panas membuatku makin tidak sabar. Tapi aku tak bisa menyalahkan takdir. Aku mencoba mencari warnet. Ketika aku menemukan warnet, aku sudah lupa nomor mama atau papa yang baru. Tak pernah lagi aku menghapalnya. Tak juga kucatat di catatan. Aku mendumel sendiri. Betapa bodohnya aku. Betapa kurangnya persiapanku. Aku lalu duduk di tempat pertama aku duduk. Diam sendirian.
Satu jam berlalu. Aku mulai sedih. Aku ingin menangis. Papa dan mama tak kunjung terlihat. Aku memutuskan untuk melihat kembali pintu yang satunya. Tak berharap akan ada mama dan papa disana. Aku tau kejamnya macet Jakarta di sore hari. Aku tak mau banyak berharap. Tapi mataku langsung tertuju pada satu titik ketika aku keluar. Dia sedang mengecek ulang layar informasi kedatangan. Dahinya berkerut, kacamatanya dipegang di tangan kanan nya, matanya dengan cepat melihat layar dan jam tangan di tangan kirinya. Lelaki itu memakai batik. Badannya terlihat lebih kurus dari terakhir aku melihatnya langsung. Itu papa ku. Papa yang terlihat khawatir. Aku berteriak memanggilnya dan berlari ke arahnya. Papa langsung melihatku dan raut wajah khawatirnya menghilang. Papa tersenyum. Aku memeluknya erat.
Air mataku tak bisa lagi terbendung. Pipiku basah. Batik papa ikut basah. Papa mencium keningku sambil berkata,"Halo sayang.." dengan suaranya yang bergetar. Mungkin dia pun sebenarnya ingin menangis, tapi dia menahannya. Dia menenangkan aku yang menangis hampir tersedu. Lalu menyuruhku bergegas ke tempat mama menunggu. Mama duduk di dekat wartel yang tadi kutemukan. Tak jauh dari tempatku. Mama juga terlihat lebih kurus. Penampilannya tak banyak berubah. Mama memang selalu seperti itu dari dulu. Aku langsung memeluk mama dari belakang. Mama kaget. Langsung berdiri dan melihatku dari atas sampai bawah. Dicium lagi keningku oleh mama. Aku memeluk mama erat dan kembali melepas rinduku. Kerudung mama ikutan basah. Mama malah malu kupeluk begitu erat didepan orang. Mama malah ketawa ketika di peluk. Ketawa bahagia, aku tau itu. "Nanti aja kangen-kangennya di rumah yuk. Biar bebas."
Kami lalu menuju mobil parkiran dan menuju ke rumah. Adikku sedang sibuk latihan paskibra. Sedangkan kakakku sedang sibuk bekerja di Balikpapan. Segera mungkin kami akan bertemu. Tak sabar aku ingin memeluk mereka juga. Tapi bertemu dan memeluk mama dan papa itu, rasanyaa.........
Kawan, jika kau sedang merantau jauh di luar Indonesia sepertiku, bersabarlah kawan. Ketika kamu di berikan waktu bertemu kedua orangtuamu, manfaatkan waktu itu sebaik mungkin. Jangan sampai waktumu malah banyak terpakai untuk teman dibanding orang tua. Mereka tempat kalian kembali di dunia. Mereka pasti akan menerimamu, apapun keadaanmu. Jika kamu masih di Indonesia, apalagi masih sepulau atau bahkan satu provinsi, sering-seringlah kamu pulang ke rumah. Mencium tangan kedua orang tuamu. Menghabiskan waktu bersama mereka. Kita tak tahu kapan ajal orang tiba. Manfaatkan waktu bersama kedua orang tuamu, kawan. Bukan bersama teman. Teman yang baik akan membiarkan kamu pulang, akan ikhlas jika alasan kamu tidak bertemu mereka adalah kamu mementingkan orangtuamu. Bagi yang masih bisa saru atap dengan orang tua, jangan sia-siakan waktumu, kawan. Kalian semua sudah tau, penyesalan datang belakangan.
Itu ceritaku kali ini. Iya, aku memang sedang kangen dengan kedua orangtuaku. Semoga kalian bisa terus memanfaatkan waktu untuk membahagiakan orang tua yaaa.. Aamiin..
Semoga aku bisa lagi kembali memeluk mereka secepatnya (eh, ini bukan ngodein mama, papa tau mba yang baca kok).
Mendengar suara dan kabar bahagia dari kalian saja aku sudah sangat senang. See you when i see you, Ma.. Pa.. Mba Wini.. Ninit.. Love youu..
Semoga tulisan ini bermanfaat, yaaa..
Wassalamualaikum..
wa... kuliah di jerman ya??? wi wi...
ReplyDeleteiya.. bisa dibaca dari postingan yang lainnya juga kok ;)
Delete