Hai kawanku yang sedang merantau
ataupun yang akan merantau. Apalagi yag merantaunya sampe beda benua sama orang
tua kita. Mungkin aku mau sedikit sharing sama pengalamanku yang pernah selama
hampir 19 Bulan engga ketemu orang tua dan keluarga tercinta.
Kenapa tiba-tiba ngomongin
masalah kangen-kangenan? Dari kemarin, tiba-tiba mama dan papa ku bbm aku.
Bilangnya “Mba, ayo skype. Mama kan kangen.” Terus tadi pagi papa dengan
singkat jelas dan padat bilang, “Mba Ade. Pp kangen.”
Aaaaaa... So sweeet. Jangan
sangka aku ga kangen sama mereka. Aku kangen banget. Tapi masih bersyukur
banget bahwa tahun ini aku sempat bertemu mereka, menghadiri dan bahkan ikut
turun tangan untuk persiapan nikahan Mba Wini, kakakku satu satunya. Dibandingkan
tahun lalu, yang aku bertahan hidup di jerman, dengan hati masih agak labil,
untuk menahan rasa kangen sama orang tua.
Liburan summer 2011. Dimana aku
gamau ngapa-ngapain. Karena si yang tersayang waktu itu liburan di Indonesia.
Begitu juga teman-temanku yang lain. Banyak sekali yang pulang. Berdua sama Fia
dan beberapa anak yang terjebak di Nordhausen, aku menjalankan puasa Ramadhan
dan cukup senang dengan lebaran bersama keluarga besar Indonesia di Jerman, di
KBRI Berlin.
Selagi liburan, aku yang
sangat-sangat kangen dengan keluarga, mulai gelisah. Rasnya sedih. Aku hanya
bisa berhubungan lewat skype. Hampir seminggu sekali kami ber-skype ria, bahkan
lebih dari seminggu sekali. Rasa sedih kusembunyikan ketika aku skype dengan
keluarga besarku di hari kedua lebaran tahun itu.
Liburan berakhir. Aku harus mulai
masuk semester dua di Studienkollegku. Awal masuk saja rasanya sudah berat
untukku. Aku jatuh sakit. Mungkin dikarenakan aku yang kurang menjaga makan dan
juga pergantian musim ke musim gugur yang tiap hari di hampiri angin kencang.
Darah rendahku kumat. Aku pun memutuskan ke dokter, karen badanku terlalu lemah
untuk pergi ke sekolah. Bahkan perutku menolak seluruh makanan yang kupaksa
masuk.
Diantar Vara, aku pergi ke rumah
sakit. Walau besok pr menumpuk, Vara dengan baiknya mengantar. Tapi karena
antrain sangat panjang, maka Vara pulang untuk mengerjakan pr. Karena sudah
sangat malam untuk menyelesaikan pr yang luar biasa banyaknya itu. Aku masuk ruang
periksa. Dokter menyuruhku pergi ke ruangan lain setelah memeriksaku. Dokter
itu memberiku infus Vitamin sepertinya. Karena hari itu aku ga bisa masukin
makanan lewat mulut, jadi aku pasrah untuk di kasih nutrisi langsung ke
tubuhku.
Aku dibolehkan pulang setelah aku
diinfus. Aku memang sudah merasa baikan. Walalu masih lemah, tapi setidaknya
aku sudah tidak begitu pusing. Aku menelepon taksi dan janji pada dokter yang
menangani aku, untuk datang besok paginya. Sampai di rumah, Fia kaget luar
biasa aku pulang sendirian. Karena kabar terakhir yang dia dapat, aku lagi di
Infus. Hahaha..
Besoknya aku pergi sendiri ke
Rumah sakit untuk terima hasil tes darah yang semalam di lakukan. Dokter muda
itu hanya tersenyum dan mengajakku mengobrol. Alhamdulillah semua oke. Katanya,
aku kena penyakit Heimweh, yang artinya Homesick! Aku baru tau kalo homesick
itu buka Cuma kangen-kangen, nangis-nangis gitu. Tapi ternyata beneran sakit
sampe tepar.
Aku cerita kejadian ini sama
temanku di Prancis. Dira. Teman SMA ku yang juga berjuang di benua Eropa. Jauh
dari orang tua, membuat dirinya menjadi lelaki dewasa sekali menurutku. Dira
menyuruhku untuk tidak terlalu sering Skype. Soalnya itu bisa bikin lebih
kangen. Dira bilang, tolak ajak skype mama seminggu sekali itu. Mulailah dari
dua minggu sekali. Lama-lama kamu bisa kok idup tanpa skype.
Kulakukan hal tersebut. Dulu tiap
hari aku bbm-an sama mama. Sekarang, aku udah bisa mengatur jadwal bbm-an sama
mama. Gaperlu tiap hari kok. Terus juga jadwal skype. Sekarang malah udah ga
tentu mau skype kapan. Kebetulan Ninit juga udah mulai sibuk berkegiatan dan
mama masih belum bisa mengoprasikan Skype sendiri.
Hasilnya, alhamdulillah. Sampai
akhirnya sebelum pulang ke Indo kemarin, bb ku rusak. Seminggu sebelum pulang.
Maka aku hanya kasih kabar ke mama kalo aku bakan ada di Soekarno Hatta jam
sekian dari hari apa. Dan pertemuan sama mama papa sangat mengharukan banget
waktu itu. Setahun setengah ga bertemu mereka. Akhirnya aku bisa puas memeluk
mereka. Ga peduli apa yang dilihat orang waktu itu. Yang penting aku bisa
meluapkan rasa kangenku.
Ketika pulang ke rumah kemarin,
kamarku masih sama. Hanya sebagian benda yang bertambah, tapi ga ada yang
berkurang. Sampai tulisan di ageda di Whiteboard ku tidak di hapus satu hurup
pun. Begitu juga dengan posisi kamar. Mama bilang, “Kalo kangen, mama duduk aja
di kamar kamu. Berasa kamunya ada lagi belajar di meja itu”, sambil menunjuk
meja belajar. Begitu juga dengan Ninit, adikku, “Kalo aku, liatin Whiteboard
mba. Aku liatin tulisannya.” Terus dia memelukku. Menangis gamau lagi
ditinggalin. Tapi maaf dik, aku harus menyelesaikan apa yang ku mulai.
Intinya kawan, rasa kangen yang
berlebihan bisa ngebuat orang tua kamu jadi makin khawatir. Soalnya kamu bisa
sakit. Sabar dan ingat lah, bahawa kamu sudah memutuskan untuk menjalani
hari-hari jauh dari orang tua. Kamu sudah menganggap dirimu dewasa, maka kamu
harus bertanggung jawab sendiri. Mereka di rumah, selalu mendoakan kamu di
setiap sholat mereka. Bahkan di setiap langkah mereka. Mereka ga akan lupa sama
kamu.
Bersabarlah, kelak kamu akan
mendapatkan sesuatu yang sangat berharga dari perjuanganmu sekarang. Tetap
semangat kawan. Ingat juga, kamu gak sendirian. Kita semua saudara setanah air.
Bicaralah ketika kau butuh. Ingat juga pada Allah yang ga akan tidur, ga akan
ninggalin kamu sedetikpun. Ayo kita selesaikan apa yang kita mulai. Ayo kita
banggakan orang tua kita, keluarga kita, teman-teman di Indonesia dan juga diri
kita sendiri. Toi Toi Toi!
wah, keren niw..2-5 tahun lagi geu nyusul kesana.. haha #Amin
ReplyDelete