Friday, 16 April 2010

Tasikmalaya, Jakarta, atau ...?

Tasikmalaya, 28 Maret 1992
Inilah letak kota Tasikmalaya
Saya lahir ke bumi ini. Kata mama, sore itu mau magrib di bulan puasa. Papa dan kakak ku lagi beli makanan buat di buka puasa di rumah sakit, naik becak. Dan saya lahir saat itu. Tak lama, orang tua saya tercinta memberikan nama buat anak barunya. Niwiarti. Walaupun cuma kebalikan dari nama kakak saya, Winiarti, tapi saya merasa bangga. Bukan bangga pada saat itu ya.. Saat itu saya cuma bisa nangis.

Yang saya ingat, saya sekolah di TK dan SD yang satu yayasan. Dengan yayasan yang sama, saya punya sahabat yang sama juga di TK dan SD itu. Rutinitas anak TK dan SD, ya gak jauh-jauh dari rumah dan sekolah. Sahabat saya dari TK itu, bernama Femi. Kami anak satu komplek yang dilahirkan di tahun yang sama. Kenapa kami bisa disekolahkan di Yayasan yang sama? Karna mama kami, berteman. Bersama Femi di TK, saya bisa belajar mengucap huruf 'R'.

Sekolah dasar yag terletak di samping TK pun memikat hati mama ku dan mamanya Femi untuk mendaftarkan kami kesitu. Dan hasilnya, aku dan Femi sekelas lagi sampai kelas 6. Tapi hidup kami ga berdua aja kok. Kami juga berteman, bahkan bersahabat dengan Anna, Resti juga Nadia. Cita-cita, angan, harapan, suka, canda, tawa, duka, ga akan aku lupakan. Mereka sahabat ku tercinta. Dan aku dan keempat sahabatku juga sudah mulai mengenal 'cinta' saat itu. Cinta Monyet, kata mama.

Ga tau mau gambarin betapa bahagianya aku hidup di Tasik dengan cara apa lagi. Tenang, damai, sawah hijau, sawah kuning, kebun bambu depan rumah yang kadang-kadang mengirin 'hewan peliharaannya' ke rumahku, SD ku yang kucintai yang ada di jalan Sutisna Senjaya, Becak yang keliaran di jalan HZ atau di Dadaha. Bioskop yang waktu itu ga pake studio, Nasi TO (Tutug Oncom) yang di suguhkan dengan bala-bala dan gehu. Ahhhh.. Kenangan itu..

Iya. Itu sedikit kenangan masa lalu aku. Ketika aku lulus SD dan kakaku lulus SMA, kami sekeluarga pindah ke Jakarta. Kami pindah karena papa punya kerjaan baru di Jakarta. Kalu kelulusan sekolah, pasti ada perpisahan kan? Saat itu, aku benar-benar berpisah dengan teman-temanku. Perpisahan itu, bukan hanya perpisahan sekolah dan kami akan bertemu lagi di SMP, tapi jadi perpisahan aku yang akan pergi dan melanjutkan hidup di Jakarta. Salah satu cita-cita kami untuk satu kelas lagi di SMP pun lenyap.

Hidup ku, kulanjutkan di Jakarta.

Malam hari di Ibu Kota
Jakarta sudah terkenal dengan macet dan panasnya. Aku ngambek. Sempat aku ga mau sekolah. Alasan utamanya, karena aku ingin sekolah di Tasik. Alasan lain yang kuciptakan juga banyak. Aku pengen sekolah di SMP Negeri. Tapi apa daya, pendaftaran SMP Negeri di Jakarta sudah di tutup. Dan dengan saran seorang teman papa, aku di sekolahkan di SMP Swasta di daerah Jakarta Selatan. Tepatnya jalan Laut Ambon. Alasan lain, Jakarta panas. Alasan selanjutnya, SMP ku itu sangat jauh dengan rumah ku di Slipi, Jakarta Barat. Huaaah.. Mau nangis kalo inget Betapa jauhnya rumah ku dengan sekolah ku. Alasan lainnya, aku mau sekelas dengan teman-teman ku.

Memang, alasan terakhir itu, sangat alasan anak kecil yang gatau diri. Tapi itulah kenyataannya.
Dan mama akhirnya memutuskan untuk pindah rumah ke Jakarta Selatan, tak jauh dari TPU Tanah Kusir dan Pasar Kebayoran Lama. Dan akhirnya, aku bisa menikmati bersekolah di SMP itu. Aku pun segera punya teman dekat. Sahabat yang selalu bersama di dua tahun terkhir ku di SMP. Aku juga di ajarkan untuk jadi seorang anak bangsa yang mandiri di SMP ku tercinta itu.

Bersama sahabat ku itu, salah duanya, Ferdina dan Mayang, aku belajar memilih pergaulan yang baik untuk hidup di Jakarta yang kejam. Dan aku berhasil lulus dari ujian hidup kala remaja labil, dan tentunya, lulus juga dari masa SMP, dan melanjutkan hidup di SMA Negeri.

Akhirnya aku berhasil bersekolah di SMA Negeri. Habisnya tinggal SMA, kesempatan ku untuk mencicipi sekolah berstatus Negeri. SMA yang tidak jauh dari rumah dan SMP ku yang dulu. Di jalan Delman Utama, aku melanjutkan hidupku.

Tiga tahun yang diawali tahap berkenalan denga Puji di tangga merah, tidak akan kulupakan. Satu tahun awal yang kulalui dengan masa perkenalan SMA, bersama Puji, Bilqis, Citra, Galuh, Tania dan teman-teman X3 lainnya yang tak bisa kusebutkan semua disini. Tahun kedua yang menguras waktuku untuk kegiatan di OSIS dan KIR bersama Uci, Ade, Loresti, Puji(lagi), juga ga akan kulupakan.

Aku juga ga akan lupain suatu hari dimana Oyong di ciptakan. Entah kenapa bisa oyong, aku sampai sekarang masih bingung. Suatu hari jumat, di jembatan lantai tiga itu loooh.. Puji, Bilqis, Marsya, Abi, Diko, Rio dan Josh. Kalian begitu berarti untukku. Terimakasih.

Ada Oyong, dan teman-teman SMP yang masih terus menghubungi aku, akupun merasa sangat nyaman untuk tinggal di Jakarta. Jakarta terasa begitu menantang ketika aku di temani mereka, aku selalu ingin terus mencari tahu lebih banyak tentang jakarta. Tapi, sekarang aku baru selesai UAN SMA. Yang artinya, aku harus kuliah. Dan aku sepertinya tidak akan berkuliah di Jakarta.

Sedih harus menulis ini. Tapi tak lama aku akan meninggalkan Jakarta. Itu kenyataan yang memang harus dihadapi. Itu salah satu cara untuk mencapai cita-citaku yang sesunggguhnya. Walau harus mulai beradaptasi lagi. Walau aku harus mulai dari awal lagi, aku yakin, suatu saat nanti, saat kita semua sudah dewasa dan menjadi manusia yang sesungguhnya (amin), pasti kita akan bertemu lagi. Pasti suatu hari kita akan bahagia.

Entah itu di Tasikmalaya, Jakarta, Bandung, atau mungkin di negeri orang. Dimana pun kita, aku akan berusaha untuk menjadi yang terbaik. Aku yakin kalian juga berpikiran yang sama dengan ku. Yakinlah dengan itu kawan. Karna semua jagat raya ini sama. Milik Allah yang Maha Esa.

No comments :

Post a Comment